Buat kaum kaum kelas menengah agak di bawah macam saya gini, beli rumah itu gak kayak jajan di minimarket, bisa sambil merem dan sanggup bayar di kasir tanpa khawatir, too bad tapi ya mau gimana kan? Kalau mau punya rumah sendiri harus ber[j]uang lol.

Backgroundnya kami tinggal di rumah orang tua saya di Bekasi. Suami kerja di Bekasi juga +/- 20 menit dari rumah, saya kerja di Jakarta +/- 2 jam via tol kalau lagi waras. Rumah ayah ke gerbang tol cuma 10-15 menit, rumah sakit 10-15 menit, ke mall 20-25 menit. To sum up, saya gak kepikir untuk cari rumah kalau aksesnya harus lebih jauh dari ini.

Baca: Ibu Bekerja Anak Dengan Siapa

Setelah denger banyak pengalaman temen temen yang beli rumah terjangkau, I mean yang cicilan kisaran 2,5 juta - 3 juta tapi di daerah yang jauh banget dari pusat kota, kami agak ciut juga sih. Mikirin karena masih harus nitip Kai ke eyang lalu berangkat kerja, akan jadi gimana capeknya? Ditambah pertimbangan sekolah Kai deket rumah eyang, makin diperkecil aja wilayah pencarian rumah baru.

Pertama kali survey di daerah Jamrud, saya lupa nama clusternya. Jelas jauh banget dari rumah orang tua, bisa 30 menit. Lokasinya agak di belakang bangunan gitu. Luas 60m tahun 2016 harganya 335 juta. Ada 15-20 rumah kalau gak salah. Gak jadi deal karena buat persalinan dulu uangnya haha.

Kedua kali, nemu rumah second renovasi di daerah Mutiara Gading luas 60m tahun 2018 harganya 335 juta, udah siap huni. Saya naksir banget karena kawasan itu udah rame dan deket pasar. Sayang gak jodoh sama bank karena nilai appraisalnya cuma 220 juta. Jadi kalau mau dilanjut kami harus bayar cash selisihnya. Mana ada wang ya haha. Coba lagi pengajuan ke bank lain, berkas saya malah ditolak. Kzl. Saya bilang appa, biarin marketingnya coba sekali lagi tapi waktu itu appa udah males. Mungkin gak jodoh ya karena kok kayak dipersulit.

Sambil lalu kami hunting lagi, terus diinfo ayah ada perumahan yang baru dibangun developer BUMN gitu. Jaraknya 10 menit dari rumah ayah, deket SD saya, malah waktu jam olahraga lari kelilingnya juga lewat situ.

Dari sana kami tau bahwa dengan luas yang sama harganya di atas rumah sebelumnya, karena dipikir terlalu sempit kami ambil luas yang lebih lebar, it means DP lebih besar dan cicilan lebih banyak. Appa tanya saya, saya tanya balik, akhirnya sama sama bismillah.

Rasanya kayak baru kemarin saya bilang “Gusti paringono omah” hari ini udah cuci piring di rumah sendiri aja hahaha. Kalau kata pria bijak “Semesta bekerja” indeed.

Jadi pointnya apa? Ini berlaku untuk semua hal ya, kalau kalian ingin sesuatu, menurut kalian kalian mampu, kalau bukan untuk kalian ya bukan untuk kalian. How do we know if that doesn’t belong to us? Trust your gut, you’ll know.

Terus, sebelum memutuskan akan beli rumah here are some tips you may discuss with yourself or partner:

Udah kayaknya, saya gak mau ngomongin riba karena bukan porsi saya, saya juga gak akan suruh kalian nabung dulu biar beli rumahnya cash aja, ya kalau itu mah gimana ya, gak masuk kelas menengah di bawah kayak saya dong hahaha.