Film: Instant Family

July 19, 2019


Yak setengah ngantuk bikin draft ini pagi hari waktu berangkat ke kantor

Belakangan saya merasa bosan karena pola hidup cuma kantor-rumah-kantor-rumah, mau nonton film harus nunggu jumat atau sabtu itu pun di atas jam sepuluh. Weekend lalu udah nonton dua film tapi terlalu meh untuk dibahas, I waste my time, too bad.

Selasa malam karena jadwalnya mencuci, saya sekalian nyicil instant family. Ini film kedua atas rekomendasi Kak Icha selain Tully, kayaknya saya akan banyak nonton film atas rekomen beliau deh, khususnya soal keluarga sebab di saya juga sama seleranya.

Film ini based on true story, durasi dua jam dan saya tidak bosan. Walau ceritanya secara umum udah ketebak akan happy ending tapi saya tetep dapet feelnya bahkan sampai sesenggukan, mungkin karena lagi ngerasain jadi orang tua ya hahaha.

Film dibuka dengan sepasang suami istri, Pete dan Ellie, yang pekerjaannya merenovasi rumah rusak dan tua supaya jadi bagus, tadinya mereka gak mau punya anak sampai ketriggered adeknya Ellie dan memutuskan mau adopsi aja. In short mereka tertarik sama remaja 15 tahun namanya Lizzy, begitu mau diadposi ternyata harus sepaket dengan sepasang adik, perempuan dan laki laki.

Diceritakan susah senangnya membangun kepercayaan antara tiga orang anak dan orang tua asuh mereka, sampai si ibu kandungnya juga keluar dari penjara dan berjuang untuk balik lagi sama anak anaknya.

Saya suka karakter Pete, selain enak diliat—ehem ya jelas soalnya Mark Wahlberg—dia juga berusaha banget jadi ayah, bukan tipe laki laki yang rese dan lepas tanggung jawab gitu. Adegan yang paling saya suka waktu dia pergi sama Lizzy ke rumah yang lagi direnovasi, dapet banget chemistrynya huhuhu.

Filmnya ringan tapi kasih banyak sudut pandang juga pelajaran, sebab jadi orang tua bagaimana jenisnya akan selalu berjuang.


You Might Also Like

0 komentar