Gara-Gara Sasikirana — eps 1

March 08, 2019

Siapa aku? Wanita dewasa 25 tahun, belum menikah apalagi punya anak. Aku jurnalis di sebuah portal berita, masih junior karena lulus baru kemarin. Penghasilanku rata rata fresh graduate di ibukota, senang menghabiskan uang untuk membeli kopi mahal yang kalorinya tak terhingga.

Penampilan fisik rata rata, tinggi 160cm berat 60kg, agak bulat kurang ideal. Mataku minus 3 kiri kanan, kacamata frame taffy tidak pernah lepas.

Oh sebentar, aku harus liputan.


Aku kembali, sampai mana tadi? Oh kacamata taffy. Aku tak pernah terbiasa dengan kacamata ini tapi lebih tidak nyaman dengan lensa kontak jadi aku bisa apa? Daripada tidak melihat.

Aku tinggal sendiri di ibukota, merantau jauh dari ibu dan ayah di desa, tinggal di apartemen sewaan dari kenalan, tidak besar tapi lumayan.

Aku tidak bisa memasak, bangun pagi selalu telat jadi seringnya sarapan ala kadar di pinggir jalan. Quick meal versiku risol goreng dan cabai rawit, that’s enough.

Aku Sasikirana dan ini ceritaku di ibukota.
***

Sabtu subuh aku sudah sibuk di depan cermin, ada liputan lari maraton di pusat kota aku tidak boleh terlambat. Tidak mandi hanya cuci muka karena water heater tidak menyala, aku serius.

Aku membawa serta ransel dan pizza keras sisa semalam, mengunci dari luar unit apartemen dan menemukan seonggok daging yang tergeletak di depan pintu kamar sebelah.

Oh itu manusia, laki laki lebih tepatnya. Ugh! Baunya menyengat sekali, sepertinya dia mabuk. Aku hanya berjalan melewatinya agar dia tidak terbangun. Bisa telat aku.
***

“Sasi! Darimana aja? Gue cariin lo! Mau bakso goreng gak nih?!”

Kenalin, ini Lulu, dia editor, teman sekantorku. Aku sedang mengerjakan hasil liputan di bangku taman. Mencari teduh karena baru jam 10 tapi matahari sudah terik sekali.

“Mau dong!”
“Yee kalo makanan aja lo cepet. Udah kelar belom? Makan siang yuk, laper nih gue”
“Sedikit lagi nih, mau makan dimana kita?”
“Mall depan situ ajalah biar cepet”

Aku bergegas submit liputanku ke atasan, membereskan laptop sambil mengunyah bakso goreng dan memandang sekeliling. Di sekitar masih banyak orang lalu lalang sisa maraton tadi pagi. Lulu menemaniku liputan karena bilang ingin makan daging hari ini.

Aku mengenalnya 2 tahun lalu saat baru pindah ke ibukota. Cetakan wong kito galo yang sangat kental dari kedua orang tua membuatnya mudah dikenali. Rambutnya panjang tergerai dengan sisa warna yang sudah tidak beraturan lagi, ada cokelat dan burgundy di sana. Dia termasuk cewek cantik karena kulitnya putih bersih dan langsing, meski begitu sampai saat ini belum ada pria yang berhasil membuatnya jatuh hati.

“Lu! Arah jam 2 dong. Cool banget!”
“Terlalu kurus ah. Botak lagi”
“Arah jam 9? Cakep nih cakep”
“Iya tuh cakep, yah udah punya gandengan. Udah ah buruan gue laper nih!”

Aku menghabiskan bakso goreng terakhir dan membuang plastiknya ke tempat sampah, disusul Lulu kami menuju mall di seberang untuk makan siang.
***

Selesai urusan dengan Lulu aku langsung kembali ke apartemen karena tak ingin menyiakan libur akhir pekan yang tinggal sedikit. Sudah jam 4 sore ketika aku di stasiun mendengar pemberitahuan keretaku sudah tiba. Aku tergopoh berlari menaiki anak tangga yang sempit hingga tak sadar aku malah terhuyung ke belakang tertarik sesuatu dari kanan.

Oh sial! Sweater rajut kesayanganku robek, tersangkut sesuatu(?)

“Aduh maaf mba, ini nyangkut”

Seorang pria, tinggi besar dengan bawaan banyak dan ransel, berusaha melepaskan gelangnya dari bajuku.

“Gunting aja deh mas. Saya buru buru nih”
“Saya gak ada gunting mba, ini saya copot aja gelangnya. Maaf mba saya juga harus pergi”

Dia melepas salah satu gelangnya, memberikan itu kepadaku dan berlari turun. Aku ikut memegangi gelang di lengan kanan dan mengejar kereta yang sepertinya akan berangkat.

“Hati hati, pintu ditutup!”

Fiuh. Untung masih sempat. Di dalam gerbong aku sibuk mencari gunting kuku untuk melepas gelang itu. Pantas saja nyangkut modelnya bracelet charm gini. Sementara sweaterku berlubang besar, gelangnya baik baik saja. Ku perhatikan charm yang menggandul di gelang itu, ada simbol yin dan yang, petir, bintang dan kunci yang lumayan tajam.

Aku menghela nafas, menyimpan gelang itu di saku tas dan meratapi nasib sweater merah muda yang naas.
***

Aku merogoh tas mencari kunci apartemen, pria yang tadi subuh tidur di depan unit sebelah sudah tidak ada. Pasti sudah diusir satpam. Setelah menyalakan lampu dan meletakkan barang-barang aku memesan makanan dari situs ojek online.

Tring!

Oh ada pesan.

Lulu: Sas, tau gak siapa yang besok mau dateng?
Sasi: Mana gue tau
Lulu: Tebak dong
Sasi: Males ah, gue mau pesen makan dulu.

Tulilut Tulilut!
“Halo pak, iya sesuai pesanan ya. Nanti tunggu di lobi aja saya yang turun. Terima kasih pak”

Lulu: Ih Sasi mah. Mantan gebetan lo nih.
Sasi: Hah? Kakak lo mau dateng?
Lulu: Iya, gue juga kaget dia gak kasih kabar tau tau minta dijemput besok pagi. Lu mau ikut gak?
Sasi: Ogah ah. Gue mau tidur aja. Salam ya buat kakak. Hehehe
Lulu: Ah payah lo!

Mada, kakak tertua dan satu satunya. Jika Lulu saja aku bilang cantik, bisa bayangkan bagaimana kakak laki lakinya? Betul sekali. Badan tegap, tinggi ideal dengan otot otot yang terlatih, rambut pendek yang selalu rapi dan wangi. Mada melanjutkan S2 di Jogja dan mencari kerja sambilan di sana, selama itu juga aku tidak pernah bicara dengannya.

Sasi: Lu, gue ikut deh. Hehe
Lulu: Kan! Ya udah besok jam 8 gue jemput ya. Jangan telat!
Sasi: Siap adik ipar!

Well, merelakan akhir pekan demi cuci mata gapapa lah ya.
***

Tok tok tok! Tok tok tok!

Aku mendengar pintu kamarku diketuk keras, rupanya aku tertidur di sofa. Ku lirik jam di atas kulkas. Pukul 3 pagi. Hah?! Siapa yang pagi pagi buta ketok ketok rumah orang?!

Sambil menyambar jaket dan mengikat rambut, aku mengintip dari lubang pintu. Pak satpam?

“Iya pak? Ada apa?”
“Selamat malam bu Sasi, maaf mengganggu malam malam begini. Ini teman ibu tolong suruh masuk saja, jangan tidur di luar. Mabuk lagi”
“Siapa pak?”

Aku menengok ke arah pak satpam menunjuk. Ternyata laki laki mabuk itu tertidur di depan kamarku. Aku tak bisa melihat wajahnya karena sejak kemarin iya tidur dengan posisi tengkurap.

“Aduh saya gak kenal pak. Dia juga dari semalam loh tidur begitu. Saya pikir sudah bapak usir. Ganggu banget pak. Bangunin aja. Udah ya pak. Saya mau tidur lagi. Selamat malam”

Aku buru buru menutup pintu dan menguncinya. Ngeri.
***

Tring!
Tring!
Tring!

Aku terbangun, sinar matahari sudah masuk lumayan banyak. Mampus jam berapa nih?!

12.00

Banyak pesan dan miss called masuk dari Lulu. Aku buru buru menelepon balik.

“Gila lo ya! Tidur kayak orang mati! Gue gedor gedor kamar sampai tetangga lo keluar karena terganggu!”

Aku menjauhkan hape dari telinga.

“Sori Lu, gara gara ada orang mabuk, tidur gue jadi terganggu. Lo dimana?”
“Di rumah lah. Untung gue gak lama nungguin lo, bisa telat jemput Ama deh”
“Tapi terus lo telat gak?”
“Ya gak, pesawatnya delay sejam. Ini gue baru sampe”
“Huhuhu sori ya Lu, besok gue traktir Kintan deh”
“Gak mempan gue disogok makanan”
“Sama Chatime?”
“Oke”
“Wooo. Eh eh, Mada gimana kabarnya?”
“Tanya sendiri lah nanti. Udah ya gue mau bongkar oleh oleh dulu. Bye!”

Aku menutup telepon dengan kecewa, salahku juga sih tadi telat bangun. Hhh. Aku mengecek beberapa email, membalas sekadarnya dan tidur lagi.

Tidak jadi. Aku lapar.

Aku memutuskan mandi dan mencari makan siang di food court apartemen. Laki laki semalam sudah tidak ada di depan unitku. Siapa sih orang itu? Ganggu.
***

“Iya bu, Sasi minggu depan pulang kok. Gak bisa, cuma cuti sehari. Iya banyak kerjaan. Ya udah Sasi makan dulu ya bu. Asalamualaikum”

Aku menutup telepon dari ibuku lalu mengaduk yamin hotplate setelah menambah sedikit sambal dan saus. Aku tidak suka pedas. Tangan kanan dengan sumpit sedang yang kiri scroll berita hari ini.

“Permisi, boleh minta sambalnya?”
“Oh iya silakan”

Aku tidak menoleh. Sibuk.

Tulilut! Tulilut!

Nomor tidak dikenal?

“Halo?”
“Sasi!”
Suara berat dan serak.

“Mada?!”
“Iya”
“Hai. Apa kabar. Maaf ya aku gak jadi jemput tadi pagi”
“Aku baik, iya gapapa kok. Lulu udah cerita. Kamu sibuk gak?”
“Gak kok, hari ini aku senggang”
“Ya udah nanti sore aku jemput di apartemen ya, temenin aku nonton. Eh apartemen kamu masih yang lama kan?”

Wah dia ingat.

“Iya boleh, masih kok. Kamu mau nonton apa? Nanti aku pesenin tiketnya dulu”
“Aku mau nonton Searching”
“Oke, nanti aku pesenin ya”
“Oke. Nanti aku yang beli pop corn ya, karamel kan? Hahaha”

Wah dia ingat.

“Iya hahaha”
***

You Might Also Like

0 komentar